SELAMAT DATANG DI KMW 1 RIAU SILAHKAN FOLLOW TWITTER KAMI @kmw1riau
SILAHKAN KUNJUNGI JUGA TOKO ONLINE KAMI pdua-cafe

Selasa, 13 April 2010

BERANIKAH KITA.......SAATNYA BERANI MANDIRI......

Setiap orang memiliki ide untuk berkreasi namun hanya sedikit orang yang tertarik untuk terus melanjutkan sebagai seorang wirausahawan. Berikut ini beberapa paparan yang menyebabkan seseorang mengambil keputusan untuk berwirausaha :
  1. Mengubah gaya hidup atau meninggalkan karir yang telah dirintis. Hal ini biasanya dipicu oleh keinginan untuk mengubah keadaan yang statis ataupun mengubah gaya hidupnya karena adanya suatu hal negative yang menimbulkan gangguan.
  2. Adanya keinginan untuk membentuk usaha baru. Faktor yang mendukung keinginan ini antara lain adalah budaya juga dukungan dari lingkungan sebaya, keluarga, dan partner kerja. Dalam budaya Amerika dimana menjadi bos bagi diri sendiri lebih dihargai daripada bekerja dengan orang lain. Hal ini lebih memacu seseorang untuk lebih mengembangkan usaha daripada bekerja untuk orang lain. Selain itu, dukungan pemerintah juga menjadi faktor yang tak kalah penting. Dukungan ini dapat terlihat melalui pembangunan infrastruktur, regulasi yang mendukung pembentukan usaha baru, stabilitas ekonomi dan kelancaran komunikasi. Faktor selanjutnya adalah pemahaman terhadap pasar. Tentu saja hal ini menjadi penting terutama dalam meluncurkan produk baru ke pasaran. Selanjutnya adalah peranan dari model yang akan mempengaruhi dan juga memotivasi seorang wirausahawan. Faktor yang terakhir adalah ketersediaan finansial yang akan menunjang usaha.
Peranan wirausaha tidak hanya sekedar meningkatkan pendapatan perkapita tapi juga memicu dan mundukung perubahan struktur masyarakat dan bisnis. Dalam hal ini, pemerintah dapat berperan sebagai inovator. Pemerintah akan bergerak sebagi pelindung dalam memasarkan hasil teknologi dan kebutuhan sosial.
Disarikan dari Hisrich, R.D. dkk. 2005. Entrepreneurship. sixth edition.
New York: McGraw-Hill

KONTEKS LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SEBAGAI INSPIRASI KELEMBAGAAN UPK

Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya, “programmes extend small loans to very poor for sel-employment projects that generate income, alowing them to care for themselves and their family” (Kompas, 15 Maret 2005). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia menurut Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia (Gunawan, 2007) memiliki ciri utama, yaitu:
  1. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang relevan atau sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat
  2. Melayani kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah
  3. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat miskin yang membutuhkan
Pola-pola keuangan mikro di Indonesia :
  1. Saving ledd microfinance, yaitu pola keuangan mikro yang berbasis anggota (membership based). Dalam pola ini, pendanaan atau pembiayaan yang beredar berasal dari pengusaha mikro. Contohnya: Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Credit Union, dan Koperasi Simpan Pinjam.
  2. Credit Ledd Microfinance, yaitu pola keuangan mikro yang sumber keuangannya bukan dari usaha mikro tetapi dari sumber lain. Contohnya: Badan Kredit Desa, Lembaga Dana Kredit Pedesaan dan Grameen Bank.
  3. Micro Banking, bank yang difungsikan untuk melayani keuangan mikro. Contohnya: BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat dan Danamon Simpan Pinjam.
  4. Pola hubungan bank dan kelompok swadaya masyarakat
Lembaga keuangan mikro memiliki kelebihan yang paling nyata, yaitu prosedurnya yang sederhana, tanpa agunan, hubungannya yang cair (personal relationship), dan waktu pengembalian kredit yang fleksibel (negotiable repayment). Karakteristik itu sangat sesuai dengan ciri pelaku ekonomi di perdesaan (khususnya di sektor pertanian) yang memiliki asset terbatas, tingkat pendidikan rendah dan siklus pendapatan yang tidak teratur (bergantung panen). Karakter perdesaaan seperti itulah yang ditangkap dengan baik oleh pelaku lembaga keuangan mikro, sehingga eksistensinya mudah diterima oleh masyarakat kecil. Tetapi kelemahan utama dari lembaga keuangan mikro, yakni tingkat bunga kredit yang sangat tinggi, harus diperbaiki sebab keberadaannya cenderung eksploitatif kepada masyarakat miskin. Pemerintah dapat mendesain regulasi dengan jalan membatasi tingkat suku bunga, atau memperluas akses masyarakat miskin kepada kredit formal sehingga dalam jangka panjang tingkat bunga lembaga keuangan mikro akan tertekan. Model inilah yang harus diadopsi agar kepentingan masyarakat kecil tidak dirugikan.

STRATEGI REALISASI KEKUATAN EKONOMI MIKRO DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN

Sesuai Kerangka Acuan Pemerintah Indonesia dalam Pengentasan Kemiskinan dan Capaian Indikator IDB, bahwa kerangka acuan tersebut mengacu 3 cluster yaitu :
  1. Program Kesejahteraan dan Perlindungan Sosial
  2. Program Pengembangan Hak Masyarakat atas Kebutuhan Dasar
  3. Program Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro
Sehubungan hal tersebut diatas, dengan melihat realitas permasalahan yang ada dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui proses pemberdayaan ekonomi mikro sebagai pilar pembangunan, maka strategi-strategi yang di gunakan adalah sebagai berikut :
  1. Adanya kerjasama yang mutalisme antara pemerintah, swasta serta elemen masyarakat menengah (LSM, Akademisi,Wartawan, Profesional dll) untuk bisa mendorong ekonomi mikro untuk bisa menjadi salah satu tembok dalam menghindari kemiskinan. Strategi itu bisa dilakukan apabila ketiga elemen tersebut memiliki kesamaan visi dan misi dalam pembangunan, misalnya dalam pembinaan pemberdayaan ekonomi mikro.
  2. Pemerintah harus bisa menciptakan regulasi yang pro terhadap ekonomi mikro, misalnya dalam era otonomi daerah ini pemerintah daerah yang sangat mengedepankan peraturan daerah, maka peraturan daerah tersebut harus bisa mendorong kekuatan ekonomi lokal, bukan malah sebaliknya mendorong ekonomi sebagian kelompok orang saja yang nota benenya dari kalangan ekonomi besar. Oleh karena itu jangan ada peraturan daerah yang mendorong resistensi masyarakat terhadap pemerintah daerah seperti penggusuran pedagang kaki lima tanpa memberikan solusi,yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, hal-hal tersebut harus di hindari oleh pemerintah daerah apabila ingin menciptakan kekuatan ekonomi mikro sebagai pilar untuk upaya dalam mengentaskan kemiskinan di daerah.
  3. Pemerintah, swasta, dan elemen masyarakat yang diwakili oleh LSM harus bisa membuat lembaga-lembaga keuangan mikro yang kuat serta mengedepankan distribusi keadilan dalam prosesnya. Hal tersebut supaya usaha mikro bisa terhindar dari rentenir yang nota benenya akan mengeksploitasi usaha mikro dengan bunga yang tinggi.
  4. Lembaga keuangan mikro harus bisa berkompetisi dengan lembaga keuangan yang informal dengan mengedepankan pelayanan yang pro terhadap usaha mikro, sehingga usaha mikro akan tertarik serta nyaman dalam melakukan pinjamannya, hal yang terpenting dan merupakan indikator pelayanan adalah proses pelayanan yang tidak berbelit-belit.
  5. Dan yang terakhir adalah bagaiman ketiga elemen tersebut mempunyai komitmen dalam bekerjasama untuk bisa merealisasikan visi dan misi dalam melenyapkan kemiskinan di Indonesia.
Kontribusi Artikel : Delly Maulana, publisher