SELAMAT DATANG DI KMW 1 RIAU SILAHKAN FOLLOW TWITTER KAMI @kmw1riau
SILAHKAN KUNJUNGI JUGA TOKO ONLINE KAMI pdua-cafe

Selasa, 13 April 2010

KONTEKS LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SEBAGAI INSPIRASI KELEMBAGAAN UPK

Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya, “programmes extend small loans to very poor for sel-employment projects that generate income, alowing them to care for themselves and their family” (Kompas, 15 Maret 2005). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia menurut Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia (Gunawan, 2007) memiliki ciri utama, yaitu:
  1. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang relevan atau sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat
  2. Melayani kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah
  3. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat miskin yang membutuhkan
Pola-pola keuangan mikro di Indonesia :
  1. Saving ledd microfinance, yaitu pola keuangan mikro yang berbasis anggota (membership based). Dalam pola ini, pendanaan atau pembiayaan yang beredar berasal dari pengusaha mikro. Contohnya: Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Credit Union, dan Koperasi Simpan Pinjam.
  2. Credit Ledd Microfinance, yaitu pola keuangan mikro yang sumber keuangannya bukan dari usaha mikro tetapi dari sumber lain. Contohnya: Badan Kredit Desa, Lembaga Dana Kredit Pedesaan dan Grameen Bank.
  3. Micro Banking, bank yang difungsikan untuk melayani keuangan mikro. Contohnya: BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat dan Danamon Simpan Pinjam.
  4. Pola hubungan bank dan kelompok swadaya masyarakat
Lembaga keuangan mikro memiliki kelebihan yang paling nyata, yaitu prosedurnya yang sederhana, tanpa agunan, hubungannya yang cair (personal relationship), dan waktu pengembalian kredit yang fleksibel (negotiable repayment). Karakteristik itu sangat sesuai dengan ciri pelaku ekonomi di perdesaan (khususnya di sektor pertanian) yang memiliki asset terbatas, tingkat pendidikan rendah dan siklus pendapatan yang tidak teratur (bergantung panen). Karakter perdesaaan seperti itulah yang ditangkap dengan baik oleh pelaku lembaga keuangan mikro, sehingga eksistensinya mudah diterima oleh masyarakat kecil. Tetapi kelemahan utama dari lembaga keuangan mikro, yakni tingkat bunga kredit yang sangat tinggi, harus diperbaiki sebab keberadaannya cenderung eksploitatif kepada masyarakat miskin. Pemerintah dapat mendesain regulasi dengan jalan membatasi tingkat suku bunga, atau memperluas akses masyarakat miskin kepada kredit formal sehingga dalam jangka panjang tingkat bunga lembaga keuangan mikro akan tertekan. Model inilah yang harus diadopsi agar kepentingan masyarakat kecil tidak dirugikan.

Tidak ada komentar: